Rabu, 10 Juni 2009

Perkembangan Bahasa Anak usia 2 tahun

Alhamdulullah sekarang Khalis sudah dua tahun, sehat dan pintar. Di usia ini Khalis sudah mulai bisa membuat kalimat dengan dua sampai tiga kata, dan sekali berkomentar dia sudah mampu membuat dua atau tiga kalimat. Misalnya dia melihat tayangan ikalan film di televisi, dia akan langsung bertanya: "tapan bu? apa tu bu?". (kapan acara itu bu? apa itu bu?)
Khalis juga sudah mampu membedakan penggunaan kata ini dan itu. Dia akan menggunakan kata ini untuk menunjukkan benda yang berada di dekatnya, "ini capi, ini ta pi". (ini sapi, ini kereta api). Kata itu akan digunakannya untuk menunjukkan beda yang jauh darinya, misalnya saat dia menunjukkan cicak yang ada di loteng, "cak bu. Itu Bu" katanya sambil menunjuk ke loteng. Bila dia menunjukkan bulan di langit, katanya "Bu, itu uan bu" (Bu itu bulan Bu). Pernah suatu kali dia mencoba bercerita tentang pesawat yang dilihatnya. "Bu, aat. Tabang, ngeeeng, atas" sabil tangannya menirukan pesawat terbang. (Bu, ada pesawat terbang di atas, bunyinya ngeeeng). Khalis sangat takut bila mendengar bunyi petir.

Minggu, 07 Juni 2009

Cara menyapih anak

Saya ingin berbagi pengalaman cara menyapih anak yang sudah berusia 2 tahun. Anak saya berusia 2 tahun dan saya baru menyapihnya saat dia berumur 2 tahun 1 minggu. Ada rasa ga tega saat pertama kali menyapih anak. Iba rasanya hati ini melihat rengekannya meminta Asi dan ngamuknya dia saat dia terbangun tengah malam. Pertama kali saya mencoba mengolesi lipstik, anak saya ngeri melihat warna merah itu. Dia menagis dan marah karena dia mau Asi tapi dia takut melihat warna merah itu. Akhirnya, dia ga tidur sampai jam 12 malam. Saya ga tega dan akhirnya saya berikan juga Asi itu. Besoknya saya coba lagi dengan memberi brotowali, pada awalnya dia ga mau karena dia merasa pahit, tapi saat dia bangun malam dia tidak peduli dengan rasa pahit itu. Saya juga sudah mencoba memberi balsem, dia juga tak peduli. Dia tetap minum Asi meskipun terasa panas. Akhirnya saya beri pengertian kalau Dedek udah gede, sama kaya mas Abin (kakaknya), ga boleh nenen lagi. Awalnya dia marah, dan menanyakan semua teman yang dikenalnya. Dedek ga nenen lagi ya... udah gede. Mas Abin ga nenen karena udah gede. (kata saya) trus Dedek akan menanyakan semua temannya, hadi? (kata dedek) ga (kata ibu), ayip? (kata dedek) ga (kata ibu) setelah dia menyebut semua temannya terakhir dia tanya.. Dedek? Dedek udah gede (kata ibu). Dedek akan merengek tapi dia mengerti kalau dia ga boleh minta Asi lagi. Terakhir saya beri kopi sambil terus memberi pengertian kalau dia sudah gede dan ga boleh minum Asi lagi. Setelah 12 hari saya tidak beri apa-apa lagi (tidak ada kopi, balsem atau brotowali), tapi tetap memberi pengertian kalau dia sudah besar dan ga boleh minta asi lagi. Akhirnya dia bisa juga mengerti setelah dua minggu saya mencoba menyapihnya. Minggu ketiga dia masih minta Asi tapi ga marah lagi kalau dia dibilang udah gede dan mengerti kalau dia ga boleh minum Asi lagi. Ternyata kesabaran dan berdoa agar peroses penyapihan berhasil sangat penting. Sekarang saya berhasil menyapih setelah 2 minggu berjuang menyapih anak saya. Alhamdulillah, terima kasih ya ALLAH...

Lampung Post 22 April, kolom Laras Bahasa

Mengkaji atau Mengaji?

Tanggapan atas tulisan Fikri Ariyanto

Hasnawati Nasution, S.Pd.*)

SAYA tertarik mengomentari tulisan Mengkaji atau Mengaji yang terbit pada kolom Laras Bahasa pada Rabu, 15 April 2009. Dalam tulisan itu disebutkan dalam tulisan ilmiah semacam makalah, artikel, skripsi kebahasaan sekalipun kata yang di pakai sering salah, yaitu mengkaji, padahal yang benar adalah mengaji walau kita tahu yang benar adalah kata mengaji.

Kata mengaji dan kata mengkaji memang berasal dari kata dasar yang sama, yakni kata kaji, tetapi penggunaan dua kata tersebut berbeda. Kata mengkaji lebih bersifat ilmiah karena mengkaji berkaitan dengan penelitian. Peneliti tidak akan menerima kata mengaji untuk suatu penelitian yang mereka lakukan. Begitu pun dengan kata mengaji, kata ini mengandung nilai sosial, berkaitan dengan agama Islam.

Semua orang akan tahu jika mendengar kata mengaji, mereka akan langsung berpikir bahwa hal itu berhubungan dengan membaca Alquran dan bila mendengar atau membaca kata mengkaji orang akan langsung berpikir ada sebuah penelitian yang sedang dilakukan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) secara tegas dibedakan turunan kata kaji. Ada dua turunan kata kaji, turunan yang pertama adalah mengaji, yang bermakna membaca Alquran, belajar dan membaca tulisan Arab, sedangkan turunan yang kedua adalah mengkaji yang bermakna belajar, memeriksa, dan menyelidiki.

Dua kata ini (mengaji dan mengkaji) memang kata yang unik, memiliki cita rasa bahasa yang berbeda. Penggunaan kata mengaji sangat sensitif dan sangat berhubungan dengan agama Islam. Coba saja bila kata ini kita contohkan dalam kalimat: Para ahli mengaji kehidupan pelacur yang masih belia.

Jika ditelaah dari segi morfologi tidak ada yang salah dari kalimat di atas. Akan tetapi, apa jadinya jika para ustaz atau umat Islam membaca kalimat tersebut? Mereka pasti akan merasa tersinggung karena kata mengaji dikaitkan dengan pelacur. Kata mengaji yang secara maknawi berkaitan dengan Alquran disandingkan dengan kata pelacur yang sangat terhina dalam Islam. Tentu saja hal ini akan membuat mereka marah, dan merasa agama Islam dihina.

Karena kesensitifan kata tersebut, Pusat Bahasa membuat dua bentuk turunan dari kata kaji yakni mengkaji dan mengaji dengan makna yang berbeda, seperti yang telah ditulis di atas. Jadi, kata yang tepat untuk contoh kalimat di atas adalah mengkaji sehingga kalimat tersebut akan menjadi seperti kalimat berikut: Para ahli mengkaji kehidupan pelacur yang masih belia.

Contoh lain dari perbedaan makna kata mengaji dan pengkaji dapat dilihat pada kalimat berikut: (1) Mereka sedang mengaji Alquran di masjid, (2) Mereka sedang mengkaji Alquran di masjid.

Kata mengaji dan mengkaji pada kalimat di atas memiliki makna yang berbeda. Pada kalimat pertama, kata mengaji bermakna membaca Alquran, ada orang yang sedang membaca Alquran di dalam masjid. Kata mengkaji pada kalimat kedua bermakna mempelajari isi Alquran, ada sekelompok orang di dalam masjid yang sedang mempelajari makna atau maksud yang terkandung dalam sebuah ayat Alquran.

Selanjutnya, bagaimana dengan nama sebuah badan pemerintahan BPPT. Akankah kita menerima singkatan tersebut sebagai Badan Penenelitan dan Pengkajian Teknologi atau Badan Penelitian dan Pengajian Teknologi? Tentunya akan terasa rancu bila digunakan kata mengaji, pastilah kita akan memilih kata mengkaji karena di tempat tersebut orang mempelajari dan meneliti teknologi, bukan membaca Alquran.

Jadi penggunaan kata pengajian dan pengkajian pada singkatan BPPT itu berbeda karena dua kata tersebut (mengaji dan mengkaji) memiliki perbedaan makna dan cita rasa bahasa yang berbeda.

Sudah selayaknya, kita sebagai pengguna bahasa Indonesia, pengajar, dan jurnalis lebih memperhatikan penggunaan kata-kata yang tepat dan benar dalam penulisan karya ilmiah maupun dalam penulisan di media masa. Penggunaan kata-kata yang tepat akan memberikan makna yang tepat pula. Di samping itu, sudah kewajiban kita mengarahkan masyarakat untuk untuk berbahasa Indonesia yang baik dan benar, salah satunya dengan mengenalkan kata-kata yang baik dan tepat dalam sebuah kalimat.

*Staf teknis pada Kantor Bahasa Provinsi Lampung